Sabtu, 01 Februari 2014

PENULISAN HURUF BESAR




a.       Huruf Besar atau Huruf Kapital
-          Dipakai pada sebagai huruf pertama pada kalimat.
Contoh:
Sri pergi membeli sayur
-          Dipakai pada sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh:
Ayah bertanya,”Kapan kamu libur?”
-          Dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan-ungkapan yang berhubungan dengan keagamaan.
Contoh:
Yang Maha Esa
-          Dipakai sebagai gelar kehormatan keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh:
Haji Bing Yahya
-          Dipakai sebagai huruf pertama pada nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang.
Contoh:
Presiden Soekarno
-          Dipakai sebagai huruf pertama nama orang.
Contoh:
Ratna Prihastuti
-          Dipakai sebagai nama bangsa, suku, dan bahasa
Contoh:
bangsa Indonesia
suku Jawa
bahasa Korea
-          Dipakai sebagai huruf pertama nama hari, bulan, tahun, hari raya dan peristiwa sejarah.
-          Dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam Geografi.
Contoh:
Laut Aru
-          Dipakai sebagai huruf pertama nama resmi, lembaga pemerintahan, dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Contoh:
Majelis Perwakilan Rakyat
-          Dipakai sebagai huruf pertama semua kata untuk nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali partikel seperti: di, ke, dari, untuk, dan yang, yang tidak terletak pada posisi awal.
-          Dipakai dalam singkatan nama, gelar dan singkatan
-          Dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan.


a. 



Jumat, 04 Oktober 2013

Cerpenku



KASIH TERLARANG
(Ratna Prihastuti)
“Sudah bapak katakan, kalau kamu masih dengan lelaki itu, sebaiknya angkat kaki dari rumah ini” itulah kata-kata terakhir yang kudengar dari bapakku. Tanpa berpikir panjang segera kukemasi barangku, dengan perasaan dongkol. Ibuku terus memohon padaku agar tidak masukan kehati kata-kata bapakku, namun ku acuhkan, ibu terus menagis dan memohon padaku. Sebenarnya aku tidak tega melihat ibu seperti itu, selama ini ibu lah yang membelaku jika bapak memarahiku. Entahlah ibu memang sangat menyanyangiku, meskipun aku bukan dari rahimnya.
“Jangan pergi nak,siapa lagi yang akan ajak ibu cerita, membantu ibu selain kamu...”
Ibu masih terus saja menagis, sementara bapak diam memendam amarah padaku. Aku nekat keluar rumah, menerobos hujan yang terus menghantam. Masih kudengar diluar tangisan ibu, yang terus menyalahkan bapak 
Aku tak mengerti, sejak aku dekat dengan mas Rano, guru privatku sejak SMA. Bapak melarang keras aku untuk tidak berhubungan dengan mas Rano, memang saat ini aku sudah tidak les privat dengannya, tapi apa salahnya menjalin hubungan dengannya, ia selalu SMS aku dan ada kalanya dia juga menelponku, menanyakan keadaanku dan yang membuat aku mecintainya dia sangat mengerti dan memahami diriku.
Bapak sering bilang padaku bahwa mas Rano tidak lah cocok padaku, padahal masih kuingat waktu pertama kali bapak mengajak mas Rano kerumah, waktu itu bapak bilang kalau mas rano akan menjadi guru privatku. Kulihat sosok pemuda yang pantas menjadi abangku, usianya sekitar 20 tahunan, kuliah di perguruan tinggi terkenal di kotaku, dari raut wajahnya terus memancarkan kesopanan dan murah senyum, dialah mas Rano. Awalnya aku menolak dengan guru privatku itu, karena aku memilih belajar dengan teman-temanku, yang seusia denganku, tapi bapak tetap kekeh, mas rano menjadi guru privatku.
Pertama kali kujalani les dengan guru baruku itu dengan setengah hati, aku merasa materi yang diberikan padaku tidaklah bisa kuterima dan kata-kat yang digunakan pun tidak pas dengan usia ku. Apa dia tidak tahu kalau murid yang di les masih SMA?, kuberikan tingkah laku yang membuat dia sewot, tapi justru dia tidak sewot dia mengajakku belajar di luar
“Mungkin,rusmi jenuh kalau belajar didalam ruangan, nah kalau seperti ini, materinya pasti akan lebih mudah masuk”, katanya mengawali pembicaraan yang dari tadi aku acuhkan.
“Hm..jawabku. memang jurus belajar yang diberikan padaku mempermudah aku dalam belajar.
Hari, minggu, bulan dan tahun kujalani les privat dengan mas Rano, aku mulai nyaman dengannya, berkat bantuannya mengajariku belajar nilai-nilaiku meningkat cukup bagus, bapak pun bangga denganku. Seringnya pertemuan aku dan mas Rano membuat benih-benih cinta kami merajut dengan indah hingga aku duduk dibangku kuliah. Kujalani hubungan ini tanpa sepengetahuan siapa pun, hanya aku, mas rano dan Tuhan saja yang tahu.
“Rus, apa kamu masih sering ketemu Rano? Bukannya dia sudah tidak lagi menjadi guru les mu? “tanya bapak.
Sontak aku kaget, dengan pertanyaan bapak, bapak telah mengotak atik ponselku. Aku takut jika rahasiaku terbongkar oleh bapak.
“Iya pak, bagaimana pun juga mas Rano kan yang telah membantu Rus belajar”, jawabku
“Lebih baik, jangan lagi berhubungan dengannya, nanti kuliahmu keteteran. Pokoknya kamu gak boleh dengan si Rano”
Aku hanya terdiam saja, tak mungkin membantah ucapan bapak. Kulihat wajah bapak menahan emosi padaku
“Memangnya apa salahnya aku mencintai mas Rano, dia kan bukan lelaki brengsek, dia sopan baik dengan siapa pun. Bukankah itulah calon mantu keinginan bapak? Tanyaku pada ibu. Ibu lah menjadi gudang curhatku, namun jawaban ibu selalu itu saja
“Sudahlah, nak manut saja dengan bapakmu?, ucapan bapakmu itu pastinya  yang terbaik untukmu”
Sudah berberapa hari ini, mas Rano tidak SMS maupun telpon, kucoba hubungi ponselnya tapi tidak aktif, atau jangan-jangan bapak sudah mengancam mas Rano untuk tidak menghubungiku. Kucoba beranikan diri bertanya pada bapak
“Pak apa yang bapak lakukan pada mas Rano ?” kataku pada bapak bapak sedikit menyentak. Mendengar seperti itu bapak hanya menatapku tajam, dia tidak menggubris dan tetap melanjutkan bacaannya.
“Rus, bisa kuliah dengan nilai baik, asalkan bapak mau tidak menghalangi aku dengan mas Rano” aku tahu bapak akan marah hebat mendengar kata-kataku itu. Ya benar saja tanpa bicara bapak tak segan menamparku. Plakk.....
Sejak bapak mengusirku, aku tinggal di rumah temanku, yang memang kebetulan bertetangga dengan kontrakan mas Rano. Kuceritakan semua yang aku alami pada mas Rano, tapi dia memintaku untuk kembali ke rumah. Bahkan dia memintaku dengan memohon, tapi aku enggan untuk pulang.
“Rus, kalau kau memang mencintaiku, pulanglah, ini permintaan dari lelaki yang mencintaimu” ucap mas Rano
Semenjak kepergianku ibu sering SMS dan telpon, tapi itu semua tak kupedulikan, namun telpon kali ini kucoba mengangkatnya. “Halo..bu kataku mendahului,kali ini bukan suara ibu tiriku, tapi suara ibu kandungku
“Nak rus pulanglah, ke rumah bapakmu, tadi ibu mencarimu disana, tapi kamu gak ada. Kamu boleh mengajak Rano kesini. Ada sesuatu yang hendak ingin kami sampaikan pada kalian berdua”. Tut..tut..tut..langsung saja telpon ditutup
Segera aku mengajak mas Rano pulang ke rummahku, kami yakin ibuku sudah membujuk bapak, untuk menerima hubungan kami. Namun ketika sampai di rumahku, mas Rano kaget melihat ibu kandungku.
“Rus, kita tak boleh melaanjutkan hubungan ini,aku ternyata adalah pamanmu sendiri” kata mas Rano, dengan tubuh gementar.
Aku tak percaya apa yang baru saja aku dengar, mana mungkin mas Rano  lelaki yang begitu aku cinta adalah pamanku. Padahal aku kenal dengan semua dengan pamanku, tapi tak ada yang bernama paman Rano.
Ibu kandungku menjelaskan padaku, bahwa mas Rano adalah adik bungsunya, dia diadopsi oleh orang lain, sehingga aku tak pernah dikenalkan dengannya. Tubuhku lemas, mendengar kenyataan itu, semantara mas Rano, yang kini kupanggil paman Rano, masih juga tidak percaya. Kami telah meranjut kasih terlarang

19 Mei ‘13

Sabtu, 24 Agustus 2013

puisiku



Nama   : Ratna Prihastuti
Kelas   : B 
NIM    : 11003078
BERANDA
Wahai sang pengusa...
Dengarlah jeritan kami...
Dengarlah tangisan kami...
Tangisan anak-anak diberanda rumah
Wahai sang pengusa...
Kami bukan hiasan depan rumah
Dan kami juga bukan sapi perah
Yang kalian manfaatkan
Kami sama dengan anak-anakmu
Wahai sang penguasa...
Kami bukan mencari perhatian
Tapi kami haus dengan perhatian ibu pertiwi
Karena kami ingin keadilan
Wahai sang penguasa...
Tanpa kami ruamah ini hanyalah kadang
Dan  akan terus dilempari kotoran anak tetangga
Yang tertawa dengan rakusnya kalian.

Hanya DIA
Saat dirimu ditanya:
Siapa yang  setia, saat kasihmu pergi?
Siapa yang menghiburmu, saat kau menagis?
Siapa yang memberimu, saat kau perlu?
Siapa, siapa dan siapa...?
Hanya ada satu nama Agung
Dia adalah Allah...